CENTRALNEWS24 – Dua Menteri sebut penambangan nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya telah mendapat izin sejak tahun 2017.
Dua Kementerian itu yakni, Kementrian Lingkungan Hidup (LH), serta Kementrian Enegri Sumber Daya dan Mineral (ESDM).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, penambangan nikel di Raja Ampat, dimiliki oleh PT Gag Nikel alias GN yang merupakan anak perusahaan dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam)
Menurutnya, saat ini hanya ada satu perusahaan yang memiliki Kontrak Karya (KK), yakni PT Gag Nikel.
“Yang beroperasi sekarang itu hanya satu, yaitu PT Gag Nikel, ini yang punya adalah Antam, BUMN,” ujar Bahlil beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan, PT Gag Nikel awalnya merupakan pemegang kontrak karya yang dimiliki oleh pihak asing pada 1997-1998.
Ketika pihak asing ini berhenti mengelola tambang, kemudiam diambil alih oleh negara. Dan setelahnya negara memberikan kontrak karya tersebut kepada BUMN yang bergerak di sektor tambang, dan didelegasikan pengelolaannya kepada anak perusahaanya, yaitu PT Gag Nikel.
“Asing kemudian pergi, diambil alih oleh negara. Negara menyerahkan kepada PT Antam. PT Antam tu anak perusahaannya siapa? PT Gag Nikel,” jelas Bahlil.
Ia menuturkan, Izin penambangan tersebut terbit sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri ESDM.
KK yang dimiliki PT Gag Nikel diterbitkan Kementerian ESDM pada 2017 dan kegiatan tambang mulai beroperasi pada 2018. Sebelum beroperasi, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) juga telah tersedia sesuai prosedur.
Sementara itu, Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, tambang nikel di Pulau seluas 6.300 kilometer ini dioperasikan oleh PT Gag Nikel (GN).
PT GN mendapat pengecualian dari aturan UU yang berlaku, karena masuk ke dalam 13 perusahaan yang diperbolehkan melanjutkan kontrak karya penambangan di kawasan hutan lindung, hingga kontrak mereka berakhir.
“Jadi dulu, di Undang-Undang 41 tahun 1999 itu hutan lindung tidak boleh dilakukan dengan penambangan pulau terbuka, tapi dikecualikan terkait dengan 13 perusahaan ini melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2004,” ungkap Hanif.
“Jadi intinya Perppu tersebut mengecualikan 13 perusahaan yang harusnya tidak boleh menambang di hutan lindung secara pola terbuka. Jadi hutan lindung itu tidak boleh dilakukan pola terbuka, tetapi kecuali 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004,” paparnya. (***)